Minggu, 13 November 2011

PP60 TAHUN 99 PENDIDIKAN TINGGI


                PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
                          NOMOR 60 TAHUN 1999
                                TENTANG
                           PENDIDIKAN TINGGI

                     PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :
bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 
tentang Sistem Pendidikan Nasional, dipandang perlu menetapkan 
Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Tinggi;

Mengingat : 
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional 
   (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara 
   Nomor 3390);
     
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENDIDIKAN TINGGI.

                                 BAB  I

                             KETENTUAN UMUM

                                Pasal  1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1. Pendidikan tinggi adalah pendidikan pada jalur pendidikan sekolah 
   pada jenjang yang lebih tinggi daripada pendidikan menengah di 
   jalur pendidikan sekolah.
2. Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan 
   pendidikan tinggi.
3. Pendidikan akademik adalah pendidikan tinggi yang diarahkan terutama 
   pada penguasaan ilmu pengetahuan dan pengembangannya.
4. Pendidikan profesional adalah pendidikan tinggi yang diarahkan ter-
   utama pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.
5. Dosen adalah tenaga pendidik atau kependidikan pada perguruan tinggi 
   yang khusus diangkat dengan tugas utama mengajar.
6. Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada 
   perguruan tinggi tertentu.
7. Statuta adalah pedoman dasar penyelenggaraan kegiatan yang dipakai 
   sebagai acuan untuk merencanakan, mengembangkan program dan penye-
   lenggaraan kegiatan fungsional sesuai dengan tujuan perguruan tinggi 
   yang bersangkutan, yang berisi dasar yang dipakai sebagai rujukan 
   pengembangan peraturan umum, peraturan akademik dan prosedur opera-
   sional yang berlaku di perguruan tinggi yang bersangkutan.
8. Pimpinan perguruan tinggi adalah Rektor untuk universitas/ institut, 
   Ketua untuk sekolah tinggi, dan Direktur untuk politeknik/akademi.
9. Penyelenggara perguruan tinggi adalah Departemen, depa-temen lain, 
   atau pimpinan lembaga Pemerintah lain bagi perguruan tinggi yang di
   selenggarakan oleh Pemerintah, atau badan penyelenggara perguruan 
   tinggi swasta bagi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh 
   masyarakat.
10.Sivitas akademika adalah satuan yang terdiri atas dosen dan 
   mahasiswa pada perguruan tinggi.
11.Departemen adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
12.Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan 
   nasional.
13.Menteri lain atau pimpinan lembaga Pemerintah adalah pejabat yang 
   bertanggung jawab atas penyelenggaraan satuan pendidikan tinggi di 
   luar lingkungan Departemen.

                                 BAB  II

                         TUJUAN PENDIDIKAN TINGGI

                                Pasal  2

(1) Tujuan pendidikan tinggi adalah :
    a. menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang 
       memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat 
       menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu 
       pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian;
    b. mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi 
       dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk mening-
       katkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan 
       nasional.
(2) Penyelenggaraan kegiatan untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud 
    dalam ayat (1) berpedoman pada :
    a. tujuan pendidikan nasional;
    b. kaidah, moral dan etika ilmu pengetahuan;
    c. kepentingan masyarakat; serta
    d. memperhatikan minat, kemampuan dan prakarsa pribadi.

                                BAB  III

                      PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI

                                Pasal  3

(1) Perguruan tinggi menyelenggarakan pendidikan tinggi dan penelitian 
    serta pengabdian kepada masyarakat.
(2) Pendidikan tinggi merupakan kegiatan dalam upaya menghasilkan 
    manusia terdidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
(3) Penelitian merupakan kegiatan telaah taat kaidah dalam upaya untuk 
    menemukan kebenaran dan/atau menyelesaikan masalah dalam ilmu 
    pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
(4) Pengabdian kepada masyarakat merupakan kegiatan yang memanfaatkan 
    ilmu pengetahuan dalam upaya memberikan sumbangan demi kemajuan 
    masyarakat.

                                Pasal  4

(1) Pendidikan tinggi terdiri atas pendidikan akademik dan pendidikan 
    profesional.
(2) Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah 
    tinggi, institut dan universitas.
(3) Pendidikan akademik merupakan pendidikan yang diarahkan terutama 
    pada penguasaan ilmu pengetahuan.
(4) Pendidikan profesional merupakan pendidikan yang diarahkan terutama 
    pada kesiapan penerapan keahlian tertentu.

                                Pasal  5

(1) Pendidikan akademik terdiri atas Program Sarjana dan Program
    Pasca Sarjana.
(2) Program Pasca Sarjana meliputi Program Magister dan Program Doktor.
(3) Pendidikan profesional terdiri atas Program Diploma I, Diploma II, 
    Diploma III, dan Diploma IV.
(4) Pendidikan akademik dan pendidikan profesional diselenggarakan 
    dengan cara tatap muka dan/atau jarak jauh.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), 
    ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh Menteri.

                                Pasal  6

(1) Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut 
    perguruan tinggi, yang dapat berbentuk akademi, politeknik, 
    sekolah tinggi, institut atau universitas.
(2) Akademi menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam satu 
    cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau 
    kesenian tertentu.
(3) Politeknik menyelenggarakan program pendidikan profesional dalam 
    sejumlah bidang pengetahuan khusus.
(4) Sekolah tinggi menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/
    atau profesional dalam lingkup satu disiplin ilmu tertentu.


(5) Institut menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau 
    profesional dalam sekelompok disiplin ilmu pengetahuan, teknologi 
    dan/atau kesenian yang sejenis.
(6) Universitas menyelenggarakan program pendidikan akademik dan/atau 
    profesional dalam sejumlah disiplin ilmu pengetahuan, teknologi 
    dan/atau kesenian tertentu.

                                Pasal  7

(1) Pendidikan tinggi diselenggarakan dengan menggunakan bahasa 
    Indonesia sebagai bahasa pengantar.
(2) Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh di-
    perlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau pelatihan dan/atau 
    keterampilan bahasa daerah yang ber-sangkutan.
(3) Bahasa asing dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sejauh di
    perlukan dalam penyampaian pengetahuan dan/atau pelatihan dan/atau 
    ketrampilan.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan 
    dengan Keputusan Menteri.

                                Pasal  8

(1) Tahun akademik penyelenggaraan pendidikan tinggi dimulai pada bulan 
    September.
(2) Tahun akademik dibagi dalam minimum 2 (dua) semester yang masing-
    masing terdiri atas minimum 16 minggu.
(3) Pada akhir penyelenggaraan program pendidikan akademik dan/ atau 
    pendidikan profesional diadakan wisuda.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), 
    dan ayat (3) diatur oleh pimpinan masing-masing perguruan tinggi.

                                Pasal  9

(1) Administrasi akademik pendidikan tinggi diselenggarakan dengan 
    menerapkan sistem kredit semester.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur 
    oleh Menteri.

                                Pasal 10
(1) Pendidikan tinggi diselenggarakan melalui proses pembelajaran yang 
    mengembangkan kemampuan belajar mandiri.
(2) Dalam penyelenggaraan pendidikan tinggi dapat dilakukan kuliah, 
    seminar, simposium, diskusi panel, lokakarya, praktika dan kegiatan 
    ilmiah lain.

Pasal  11
(1) Perguruan  tinggi mengatur dan menyelenggarakan seleksi penerimaan 
    mahasiswa baru.
(2) Penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi diselenggarakan 
    dengan tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras, kedudukan 
    sosial dan tingkat kemampuan ekonomi, dan dilakukan dengan tetap 
    memperhatikan kekhususan perguruan tinggi yang bersangkutan.
(3) Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa di perguruan tinggi.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan ayat(2) 
    diatur oleh pimpinan masing-masing perguruan tinggi, dan pelaksana-
    an ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh Menteri.

                                Pasal 12

Pendidikan tinggi dapat diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang 
diadakan oleh Pemerintah, dalam hal ini Departemen atau departemen 
lain atau lembaga Pemerintah lain, atau oleh satuan pendidikan yang 
diadakan oleh masyarakat.


                                BAB  IV

                               KURIKULUM

                                Pasal 13

(1) Penyelenggaraan pendidikan tinggi dilaksanakan dalam program-
    program studi atas dasar kurikulum yang disusun oleh masing-masing 
    perguruan tinggi.
(2) Kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada 
    kurikulum yang berlaku secara nasional.
(3) Kurikulum yang berlaku secara nasional diatur oleh Menteri.

                                Pasal 14

Beban studi dan masa studi untuk menyelesaikan setiap program studi 
pendidikan tinggi diatur oleh Menteri.

                                BAB  V

                        PENILAIAN HASIL BELAJAR

                                Pasal 15

(1) Terhadap kegiatan dan kemajuan belajar mahasiswa dilakukan 
    penilaian secara berkala yang dapat berbentuk ujian, pelaksanaan 
    tugas, dan pengamatan.
(2) Ujian dapat diselenggarakan melalui ujian semester, ujian akhir 
    program studi, ujian skripsi, ujian tesis, dan ujian disertasi.
(3) Dalam bidang-bidang tertentu penilaian hasil belajar untuk Program 
    Sarjana dapat dilaksanakan tanpa ujian skripsi.
(4) Penilaian hasil belajar dinyatakan dengan huruf A, B, C, D, dan E 
    yang masing-masing bernilai 4, 3, 2, 1 dan 0.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat(3)
    diatur oleh senat masing-masing perguruan tinggi.

                                Pasal 16

(1) Ujian akhir program studi suatu program sarjana dapat terdiri atas 
    ujian komprehensif atau ujian karya tulis, atau ujian skripsi.
(2) Ujian tesis diadakan dalam rangka penilaian hasil belajar pada 
    akhir studi untuk memperoleh gelar Magister.
(3) Ujian disertasi diadakan dalam rangka penilaian hasil belajar pada 
    akhir studi untuk memperoleh gelar Doktor.

                                BAB  VI

                   KEBEBASAN AKADEMIK DAN OTONOMI KEILMUAN

                                Pasal 17

(1) Kebebasan akademik termasuk kebebasan mimbar akademik dan otonomi 
    keilmuan merupakan kebebasan yang dimiliki anggota sivitas akade-
    mika untuk melaksanakan kegiatan yang terkait dengan pendidikan dan 
    pengembangan ilmu penge-tahuan dan teknologi secara bertanggung -
    jawab dan mandiri.
(2) Pimpinan perguruan tinggi mengupayakan dan menjamin agar setiap 
    anggota sivitas akademika dapat melaksanakan kebebasan akademik 
    dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsinya secara mandiri sesuai 
    dengan aspirasi pribadi dan dilandasi oleh norma dan kaidah 
    keilmuan.
(3) Dalam melaksanakan kegiatan akademik sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1), setiap anggota sivitas akademika harus mengupayakan agar 
    kegiatan serta hasilnya meningkatkan pelaksanaan kegiatan akademik 
    perguruan tinggi yang bersangkutan.
(4) Dalam melaksanakan kebebasan akademik setiap anggota sivitas akade-
    mika harus bertanggung jawab secara pribadi atas pelaksanaan dan 
    hasilnya sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan. 
(5) Dalam melaksanakan kegiatan akademik sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1), pimpinan perguruan tinggi dapat mengijinkan penggunaan 
    sumber daya perguruan tinggi, sepanjang kegiatan tersebut tidak 
    ditujukan untuk merugikan pribadi lain semata-mata untuk memperoleh 
    keuntungan materi bagi pribadi yang melakukannya.

                                Pasal 18

(1) Kebebasan mimbar akademik berlaku sebagai bagian dari kebebasan 
    akademik yang memungkinkan dosen menyampaikan pikiran dan pendapat
    secara bebas di perguruan tinggi yang bersangkutan sesuai dengan 
    norma dan kaidah keilmuan.
(2) Perguruan tinggi dapat mengundang tenaga ahli dari luar perguruan 
    tinggi yang bersangkutan untuk menyampaikan pikiran dan pendapat 
    sesuai dengan norma dan kaidah keilmuan dalam rangka pelaksanaan 
    kebebasan akademik.

                                Pasal 19

(1) Pelaksanaan kebebasan akademik diarahkan untuk memantapkan 
    terwujudnya pengembangan diri sivitas akademika,ilmu pengetahuan,
    teknologi, dan kesenian.
(2) Dalam merumuskan pengaturan pelaksanaan kebebasan akademik senat 
    perguruan tinggi harus berpedoman pada ketentuan sebagaimana 
    dimaksud pada ayat (1).

                                Pasal 20

(1) Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan 
    tinggi dan sivitas akademika berpedoman pada otonomi keilmuan.
(2) Perwujudan otonomi keilmuan pada perguruan tinggi diatur dan dike-
    lola oleh senat perguruan tinggi yang bersangkutan.

                                BAB  VII

                 GELAR DAN SEBUTAN LULUSAN PERGURUAN TINGGI

                                Pasal 21

(1) Lulusan pendidikan akademik dapat diberikan hak untuk menggunakan 
    gelar akademik.
(2) Lulusan pendidikan profesional dapat diberikan hak untuk meng -
    gunakan sebutan profesional.
(3) Gelar akademik adalah Sarjana, Magister, dan Doktor.

                                Pasal 22

(1) Gelar akademik Sarjana dan Magister ditempatkan di belakang nama 
    pemilik hak atas penggunaan gelar yang bersangkutan dengan mencan-
    tumkan huruf S. untuk Sarjana dan huruf M. untuk Magister disertai 
    singkatan nama kelompok bidang ilmu.
(2) Gelar akademik Doktor ditempatkan di depan nama pemilik hak atas 
    penggunaan gelar yang bersangkutan dengan mencantumkan huruf Dr.
(3) Sebutan profesional Ahli Pratama bagi lulusan Program Diploma I, 
    Ahli Muda bagi lulusan Program Diploma II, Ahli Madya bagi lulusan 
    Program Diploma III dan Sarjana Sains Terapan bagi lulusan Program 
    Diploma IV ditempatkan di belakang nama pemilik hak atas penggunaan 
    sebutan yang bersangkutan.
(4) Jenis gelar dan sebutan, singkatan dan penggunaannya sebagaimana 
    dimaksudkan pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur oleh 
    Menteri.

                                Pasal 23

(1) Gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi luar negeri tetap 
    memakai pola dan cara pemakaian yang berlaku di negara asal.
(2) Gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi luar negeri tidak 
    dibenarkan untuk disesuaikan/diterjemahkan menjadi gelar atau 
    sebutan lulusan perguruan tinggi di Indonesia.
(3) Gelar dan sebutan lulusan perguruan tinggi di Indonesia tidak di -
    benarkan untuk disesuaikan/diterjemahkan menjadi gelar dan sebutan 
    lulusan perguruan tinggi di luar negeri.

                                Pasal 24

Syarat pemberian gelar akademik atau sebutan profesional meliputi:
a. penyelesaian semua kewajiban pendidikan akademik dan/atau profe-
   sional yang harus dipenuhi dalam mengikuti suatu program studi;
b. penyelesaian semua kewajiban administrasi dan keuangan berkenaan 
   dengan program studi yang diikuti.

                                Pasal 25

(1) Gelar Doktor Kehormatan (Doctor Honoris Causa) dapat diberikan ke-
    pada seseorang yang telah berjasa luar biasa bagi ilmu pengetahuan, 
    teknologi, kebudayaan, kemasyarakatan atau kemanusiaan.
(2) Pemberian gelar Doktor Kehormatan diusulkan oleh senat fakultas dan 
    dikukuhkan oleh senat universitas/institut.
(3) Gelar Doktor Kehormatan hanya dapat diberikan oleh universitas/
    institut yang memiliki wewenang menyelenggarakan program pendidikan 
    Doktor.
(4) Prosedur pengusulan, pemberian, dan penggunaan gelar Doktor Ke-
    hormatan diatur oleh Menteri.

                                Pasal 26

Gelar akademik atau sebutan profesional yang diperoleh secara sah 
tidak dapat dicabut atau ditiadakan.

                               BAB  VIII

                       SUSUNAN PERGURUAN TINGGI

                             Bagian Kesatu
                                 Umum

                               Pasal 27

Perguruan tinggi terdiri atas unsur-unsur sebagai berikut :
a. dewan penyantun;
b. unsur pimpinan;
c. unsur tenaga pengajar para dosen;
d. senat perguruan tinggi;
e. unsur pelaksana akademik :
   1) bidang pendidikan;
   2) bidang penelitian;
   3) bidang pengabdian kepada masyarakat;
f. unsur pelaksana administratif;
g. unsur penunjang untuk pelaksana yang meliputi :
   1) perpustakaan;
   2) laboratorium;
   3) bengkel;
   4) kebun percobaan; 
   5) pusat komputer;
   6) bentuk lain yang dianggap perlu untuk mendukung penyelenggaraan 
      pendidikan akademik dan/atau profesional pada perguruan tinggi 
      yang bersangkutan.

                               Pasal 28

(1) Dewan penyantun yang terdiri atas tokoh-tokoh masyarakat diadakan 
    untuk ikut mengasuh dan membantu memecahkan permasalahan perguruan 
    tinggi yang bersangkutan.
(2) Anggota dewan penyantun diangkat oleh pimpinan perguruan tinggi 
    yang bersangkutan.
(3) Pengurus dewan penyantun dipilih oleh dan di antara para anggota 
    dewan penyantun.

                               Pasal 29

(1) Pimpinan perguruan tinggi sebagai penanggungjawab utama pada pergu-
    ruan tinggi, disamping melakukan arahan serta kebijaksanaan umum, 
    juga menetapkan peraturan, norma dan tolok ukur penyelenggaraan 
    pendidikan tinggi atas dasar keputusan senat perguruan tinggi.
(2) Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :
    a. di bidang akademik, pimpinan perguruan tinggi bertanggung jawab 
       kepada Menteri;
    b. di bidang administrasi dan keuangan, pimpinan perguruan tinggi 
       yang diselenggarakan oleh Pemerintah bertanggung jawab kepada 
       Menteri, Menteri lain atau pimpinan lembaga Pemerintah lain, 
       sedangkan pimpinan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh 
       masyarakat bertanggung jawab kepada badan yang menyelenggarakan 
       perguruan tinggi yang ber-sangkutan.
(3) Pimpinan perguruan tinggi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh :
    a. Pembantu Rektor  untuk  universitas/institut;
    b. Pembantu Ketua untuk sekolah tinggi;
    c. Pembantu Direktur untuk politeknik/akademik.

Pasal  30
(1) Senat perguruan tinggi merupakan badan normatif dan perwakilan 
    tertinggi pada perguruan tinggi yang bersangkutan.
(2) Senat perguruan tinggi mempunyai tugas pokok :
    a. merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan perguruan tinggi;
    b. merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan 
       serta kepribadian sivitas akademika;
    c. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan pendidikan 
       tinggi;
    d. memberikan pertimbangan dan persetujuan atas Rencana Anggaran 
       Pendapatan dan Belanja perguruan tinggi yang diajukan oleh 
       pimpinan perguruan tinggi;
    e. menilai pertanggungjawaban pimpinan perguruan tinggi dan pelak-
       sanaan kebijakan yang telah ditetapkan;
    f. merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan 
       mimbar akademik, dan otonomi keilmuan pada perguruan tinggi yang
       bersangkutan;
    g. memberikan pertimbangan kepada penyelenggara perguruan tinggi 
       berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat 
       menjadi Rektor/Ketua/Direktur perguruan tinggi dan dosen yang 
       dicalonkan memangku jabatan akademik di atas lektor;
    h. menegakkan norma-norma yang berlaku bagi sivitas akademika; dan
    i. mengukuhkan pemberian gelar Doktor Kehormatan pada universitas/
       institut yang memenuhi persyaratan.
(3) Senat perguruan tinggi terdiri atas guru besar, pimpinan perguruan 
    tinggi, dekan, dan wakil dosen.
(4) Senat perguruan tinggi diketuai oleh Rektor/Ketua/Direktur, di-
    dampingi oleh seorang Sekretaris yang dipilih di antara anggota.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, senat perguruan tinggi dapat membentuk 
    komisi-komisi yang beranggotakan anggota senat perguruan tinggi dan 
    bila dianggap perlu ditambah anggota lain.
(6) Tata cara pengambilan keputusan dalam rapat senat perguruan tinggi 
    diatur dalam statuta perguruan tinggi yang bersangkutan.
(7) Jabaran statuta perguruan tinggi ke dalam rincian tugas unit dan 
    uraian jabatan di semua jenjang struktur organisasi perguruan 
    tinggi ditetapkan oleh senat perguruan tinggi.

                               Pasal 30

(1) Pelaksana akademik di bidang pendidikan dapat berbentuk fakultas, 
    jurusan, atau laboratorium.
(2) Fakultas mengkoordinasi dan/atau melaksanakan pendidikan akademik 
    dan/atau profesional dalam satu atau seperangkat cabang ilmu 
    pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.
(3) Jurusan melaksanakan pendidikan akademik dan/atau profesional dalam
    satu atau seperangkat cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau 
    kesenian tertentu.
(4) Laboratorium/studio menunjang pelaksanaan pendidikan pada jurusan 
    dalam pendidikan akademik dan/atau profesional.

                               Pasal 31

(1) Pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik 
    diselenggarakan penelitian sebagai bagian dari ke-giatan akademik.
(2) Pada perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan profesional 
    dapat diselenggarakan penelitian sebagai bagian dari program kegia-
    tan pendidikannya.
(3) Kegiatan penelitian pada satuan pendidikan sebagaimana dimaksud 
    pada ayat (1) dapat diselenggarakan di laboratorium, jurusan, 
    fakultas atau pusat penelitian.
(4) Penelitian yang bersifat antar-bidang, lintas-bidang dan/atau 
    multi-bidang dapat diselenggarakan di pusat penelitian.


                               Pasal 33

(1) Satuan pelaksana administratif pada perguruan tinggi menyelenggara-
    kan pelayanan teknis dan administratif yang meliputi administrasi 
    akademik, administrasi keuangan, administrasi umum, administrasi 
    kemahasiswaan, administrasi perencanaan dan sistem informasi.
(2) Pimpinan satuan pelaksana administratif sebagaimana dimaksud pada 
    ayat (1) diangkat oleh dan bertanggung jawab langsung kepada pim-
    pinan perguruan tinggi yang bersangkutan.

                               Pasal 34

(1) Unsur penunjang pada perguruan tinggi merupakan perangkat pelengkap 
    di bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat 
    yang ada di luar fakultas, jurusan, dan laboratorium.
(2) Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri 
    atas perpustakaan, pusat komputer, laboratorium, kebun percobaan, 
    bengkel dan bentuk lain yang dianggap perlu untuk menyelenggarakan 
    pendidikan akademik dan/atau profesional di perguruan tinggi yang 
    bersangkutan.
(3) Pimpinan unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    diangkat oleh dan bertanggung jawab langsung kepada pimpinan 
    perguruan tinggi yang bersangkutan.

                             Bagian Kedua
                       Universitas dan Institut

                               Pasal 35

Organisasi universitas/institut terdiri atas :
a. unsur pimpinan : Rektor dan Pembantu Rektor;
b. senat universitas/institut;
c. unsur pelaksana akademik : fakultas, lembaga penelitian, dan 
   lembaga pengabdian kepada masyarakat;
d. unsur pelaksana administrasi : biro;
e. unsur penunjang : unit pelaksana teknis;
f. unsur lain yang dianggap perlu.

                               Pasal 36

Universitas/Institut dipimpin oleh seorang Rektor dan dibantu oleh 
Pembantu Rektor yang terdiri atas Pembantu Rektor bidang Akademik, 
Pembantu Rektor bidang Administrasi Umum, dan Pembantu Rektor bidang 
Kemahasiswaan.

                               Pasal 37

(1) Rektor memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan peng -
    abdian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, 
    tenaga administrasi universitas/institut serta hubungan dengan 
    lingkungannya.
(2) Bilamana Rektor berhalangan tidak tetap, Pembantu Rektor yang mem -
    bidangi kegiatan akademik bertindak sebagai Pelaksana Harian Rektor.
(3) Bilamana Rektor berhalangan tetap, penyelenggara perguruan tinggi 
    mengangkat Pejabat Rektor sebelum diangkat Rektor tetap yang baru.

                               Pasal 38

(1) Pembantu Rektor bertanggung jawab langsung kepada Rektor universi-
    tas/institut yang bersangkutan.
(2) Pembantu Rektor yang membidangi kegiatan akademik membantu Rektor 
    dalam memimpin pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, penelitian 
    dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Pembantu Rektor yang membidangi kegiatan administrasi umum membantu 
    Rektor dalam memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan, dan 
    administrasi umum.
(4) Pembantu Rektor yang membidangi kegiatan kemahasiswaan membantu 
    Rektor dalam pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan, serta pela-
    yanan kesejahteraan mahasiswa.

                               Pasal 39

(1) Rektor universitas/institut yang diselenggarakan oleh Pemerintah 
    diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri, Menteri 
    lain atau pimpinan lembaga Pemerintah lain setelah mendapat pertim-
    bangan senat universitas/institut yang ber-sangkutan.
(2) Rektor universitas/institut yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    diangkat dan diberhentikan oleh badan penyelenggara universitas/
    institut yang bersangkutan setelah mendapat pertim-bangan senat 
    universitas/institut.
(3) Apabila rektor universitas/institut yang diangkat tidak memenuhi 
    persyaratan dan/atau proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan 
    yang berlaku, Menteri bisa meminta badan penyelenggara universitas/
    institut untuk mengulang proses pengangkatan.
(4) Pimpinan dan anggota badan penyelenggara universitas/institut yang 
    diselenggarakan oleh masyarakat tidak dibenarkan menjadi pimpinan 
    universitas/institut yang bersangkutan.
(5) Pembantu Rektor universitas/institut yang diselenggarakan oleh 
    Pemerintah diangkat dan diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat 
    pertimbangan senat universitas/institut .
(6) Pembantu Rektor universitas/institut yang diselenggarakan oleh 
    masyarakat diangkat dan diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat 
    pertimbangan senat universitas/institut dan pertimbangan badan 
    penyelenggara universitas/institut.

                               Pasal 40

(1) Masa jabatan Rektor dan Pembantu Rektor adalah 4 (empat) tahun.
(2) Rektor dan Pembantu Rektor dapat diangkat kembali dengan ketentuan 
    tidak boleh lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.

                               Pasal 41

(1) Senat universitas/institut merupakan badan normatif dan perwakilan 
    tertinggi di universitas/institut yang bersangkutan.
(2) Senat universitas/institut mempunyai tugas pokok :
    a. merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan universitas/
       institut;
    b. merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan 
       serta kepribadian sivitas akademi;
    c. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan pendidikan 
       tinggi;
    d. memberikan pertimbangan dan persetujuan atas Rencana Anggaran 
       Pendapatan dan Belanja universitas/institut yang diajukan oleh 
       pimpinan universitas/institut;
    e. menilai pertanggungjawaban pimpinan universitas/institut atas 
       pelaksanaan kebijakan yang telah ditetapkan;
    f. merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan 
       mimbar akademik, dan otonomi keilmuan pada universitas/institut 
       yang bersangkutan;
    g. memberikan pertimbangan kepada penyelenggara universitas/
       institut berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk 
       diangkat menjadi Rektor universitas/institut dan dosen yang 
       dicalonkan memangku jabatan akademik di atas lektor;
    h. menegakkan norma-norma yang berlaku bagi sivitas akademika; dan
    i. mengukuhkan pemberian gelar Doktor Kehormatan pada universitas/
       institut yang memenuhi persyaratan.
(3) Senat universitas/institut terdiri atas para guru besar, pimpinan 
    universitas/institut, para Dekan, wakil dosen, dan unsur lain yang 
    ditetapkan senat.
(4) Senat universitas/institut diketuai oleh Rektor, didampingi oleh 
    seorang Sekretaris yang dipilih diantara para anggota senat univer-
    sitas/institut.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, senat universitas/institut dapat mem -
    bentuk komisi-komisi yang beranggotakan anggota senat universitas/
    institut dan bila dianggap perlu ditambah anggota lain.
(6) Tata cara pengambilan keputusan dalam rapat senat universitas/ 
    institut diatur dalam statuta universitas/institut yang bersang-
    kutan.
(7) Jabaran statuta universitas/institut ke dalam rincian tugas unit
    dan uraian jabatan disemua jenjang struktur organisasi universitas/
    institut ditetapkan oleh senat universitas/institut.

                               Pasal 42

(1) Pusat penelitian merupakan unsur pelaksana di lingkungan perguruan 
    tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik untuk melaksanakan 
    kegiatan penelitian/pengkajian.
(2) Pusat penelitian dibentuk sesuai dengan keperluan penelitian dan 
    kemampuan, terutama sumber daya manusia.
(3) Pusat penelitian terdiri atas pimpinan, tenaga peneliti dan tenaga 
    administrasi.
(4) Pimpinan pusat penelitian bertanggung jawab kepada pimpinan lembaga 
    penelitian, atau kepada Rektor universitas/ institut bilamana tidak 
    terdapat lembaga penelitian.

                               Pasal 43

(1) Lembaga penelitian merupakan unsur pelaksana di lingkungan perguru-
    an tinggi yang mengkoordinasi, memantau, dan menilai pelaksanaan ke-
    giatan penelitian yang diselenggarakan oleh pusat penelitian serta 
    ikut mengusahakan serta mengendalikan administrasi sumber daya yang 
    diperlukan.
(2) Lembaga penelitian dapat dibentuk oleh universitas/institut apabila 
    terdapat sekurang-kurangnya empat pusat penelitian di perguruan 
    yang bersangkutan.
(3) Lembaga penelitian terdiri atas pimpinan, tenaga ahli, dan tenaga 
    administrasi.
(4) Pimpinan lembaga penelitian diangkat oleh dan bertanggung jawab 
    kepada Rektor.

                               Pasal 44

(1) Pengabdian kepada masyarakat dilaksanakan oleh perguruan tinggi me-
    lalui lembaga pengabdian kepada masyarakat, fakultas, pusat peneli-
    tian, jurusan, laboratorium, kelompok dan perorangan.
(2) Lembaga pengabdian kepada masyarakat merupakan unsur pelaksana di 
    lingkungan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan kegiatan pengab-
    dian kepada masyarakat dan ikut mengusahakan sumber daya yang di-
    perlukan mengusahakan serta mengendalikan administrasi sumber daya 
    yang diperlukan.
(3) Lembaga pengabdian kepada masyarakat dapat dibentuk oleh universi-
    tas/institut sesuai dengan keperluan dan kemampuan perguruan tinggi
    yang bersangkutan.
(4) Lembaga pengabdian kepada masyarakat terdiri atas pimpinan, tenaga 
    ahli dan tenaga administrasi.
(5) Pimpinan lembaga pengabdian kepada masyarakat diangkat oleh dan 
    bertanggung jawab kepada Rektor.

                               Pasal 45

Organisasi fakultas terdiri dari :
a. unsur pimpinan : Dekan dan Pembantu Dekan;
b. senat fakultas;
c. unsur pelaksana akademik : jurusan, laboratorium, dan kelompok 
   dosen;
d. unsur pelaksana administratif : bagian tata-usaha.

                               Pasal 46

(1) Fakultas dipimpin oleh Dekan dan dibantu oleh Pembantu Dekan, yang  
    pada dasarnya terdiri atas Pembantu Dekan bidang Akademik, Pembantu 
    Dekan bidang Administrasi Umum dan Pembantu Dekan bidang Kemaha -
    siswaan.
(2) Dekan memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan peng-
    abdian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, 
    tenaga administrasi dan administrasi fakultas, serta bertanggung 
    jawab kepada Rektor.
(3) Pembantu Dekan bertanggung jawab kepada Dekan.

                               Pasal 47

(1) Masa jabatan Dekan dan Pembantu Dekan adalah 4 (empat) tahun.
(2) Dekan dan Pembantu Dekan dapat diangkat kembali dengan ketentuan 
    tidak lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.

                               Pasal 48

(1) Dekan Fakultas yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat dan 
    diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat pertimbangan senat 
    fakultas yang bersangkutan.
(2) Dekan fakultas yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat dan 
    diberhentikan oleh Rektor setelah mendapat pertimbangan senat 
    fakultas yang bersangkutan melalui prosedur yang dimuat dalam 
    statuta universitas/institut yang bersangkutan.
(3) Pembantu Dekan fakultas yang diselenggarakan oleh Pemerintah di -
    angkat dan diberhentikan oleh Rektor atas usul Dekan fakultas yang 
    bersangkutan.
(4) Pembantu Dekan fakultas yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    diangkat dan diberhentikan oleh Rektor atas usul Dekan fakultas 
    yang dimuat dalam statuta universitas/institut yang bersangkutan.

                               Pasal 49

(1) Senat fakultas merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi 
    dilingkungan fakultas yang memiliki wewenang untuk menjabarkan 
    kebijakan dan peraturan universitas/institut untuk fakultas yang 
    bersangkutan.
(2) Tugas pokok senat fakultas adalah :
    a. merumuskan kebijakan akademik fakultas;
    b. merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan 
       serta kepribadian dosen;
    c. merumuskan norma dan tolok ukur pelaksanaan penyelenggaraan 
       fakultas;
    d. menilai pertanggungjawaban pimpinan fakultas atas pelaksanaan 
       kebijakan akademik yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam 
       huruf a; dan
    e. memberikan pertimbangan kepada pimpinan universitas/ institut 
       mengenai calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi pimpinan 
       fakultas.
(3) Senat fakultas terdiri atas guru besar, pimpinan fakultas, ketua 
    jurusan  atau ketua bagian dan wakil dosen.
(4) Senat fakultas diketuai oleh Dekan yang dibantu oleh seorang sekre-
    taris senat yang dipilih di antara anggotanya.

                               Pasal 50

(1) Jurusan merupakan unit pelaksana akademik yang melaksanakan pendi -
    dikan akademik dan/atau profesional dan bila memenuhi syarat dapat 
    melaksanakan pendidikan program pasca sarjana dalam sebagian atau 
    satu cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.
(2) Dalam jurusan dapat dibentuk laboratorium dan/atau studio.
(3) Jurusan terdiri atas :
    a. unsur pimpinan : Ketua dan Sekretaris jurusan;
    b. unsur pelaksana akademik : para dosen.
(4) Jurusan dipimpin oleh Ketua yang dibantu oleh Sekretaris.
(5) Ketua jurusan bertanggung jawab kepada Dekan fakultas yang mem -
    bawahinya.
(6) Ketua dan Sekretaris jurusan diangkat untuk masa 4 (empat) tahun 
    dan dapat diangkat kembali.
(7) Bilamana jurusan mempunyai laboratorium dan/atau studio, satuan 
    pelaksana tersebut dipimpin oleh seorang Kepala.
(8) Ketua dan Sekretaris jurusan serta Ketua laboratorium/studio di -
    angkat dan diberhentikan oleh Rektor atas usul Dekan setelah men-
    dapat pertimbangan senat fakultas.

                               Pasal 51

Laboratorium/studio dipimpin oleh seorang dosen yang keahliannya telah 
memenuhi persyaratan sesuai dengan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, 
dan/atau kesenian tertentu dan bertanggung jawab kepada Ketua jurusan.

                               Pasal 52

(1) Penyelenggaraan program studi dipimpin oleh Ketua program studi 
    atau etua jurusan.
(2) Ketua program studi bertanggung jawab kepada pimpinan satuan 
    pelaksana akademik yang membawahinya.
(3) Ketua program studi diangkat oleh Rektor atas usul pimpinan satuan 
    pelaksana akademik yang membawahinya.
(4) Masa jabatan Ketua program studi adalah 4 (empat) tahun dan dapat 
    diangkat kembali.

                               Pasal 53

(1) Pada jurusan yang memenuhi syarat dapat diselenggarakan program 
    studi Pasca Sarjana.
(2) Syarat penyelenggaraan program studi Pasca Sarjana diatur oleh 
    Menteri.

                               Pasal 54

(1) Pada universitas/institut yang menyelenggarakan program studi Pasca 
    Sarjana dapat diangkat seorang Direktur Program Pasca Sarjana.
(2) Direktur Program Pasca Sarjana diangkat dan diberhentikan oleh 
    Rektor setelah mendapat pertimbangan senat universitas/ institut.
(3) Direktur Program Pasca Sarjana bertanggung jawab kepada Rektor.
(4) Direktur Program Pasca Sarjana diangkat untuk masa 4 (empat) tahun 
    dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak lebih dari dua 
    kali masa jabatan berturut-turut.
(5) Direktur Program Pasca Sarjana mengkoordinasikan semua program 
    studi Pasca Sarjana untuk menjamin baku mutu pendidikan.
(6) Program studi Pasca Sarjana yang bersifat lintas jurusan dapat di-
    letakkan di bawah tanggung jawab Direktur Program Pasca Sarjana.

                               Pasal 55

(1) Satuan pelaksana yang menyelenggarakan kegiatan sebagaimana di -
    maksud dalam Pasal 33 ayat (1) pada universitas/institut berbentuk 
    biro.
(2) Biro dipimpin oleh Kepala Biro yang bertanggung jawab kepada Rektor.
(3) Biro dapat terdiri atas :
    a. biro administrasi akademik;
    b. biro administrasi keuangan;
    c. biro administrasi umum;
    d. biro administrasi kemahasiswaan;
    e. biro administrasi perencanaan dan sistem informasi.

                               Pasal 56

(1) Setiap universitas/institut harus memiliki perpustakaan, pusat 
    komputer, laboratorium/studio, dan unsur penunjang lain yang di -
    perlukan untuk penyelenggaraan perguruan tinggi.
(2) Unsur penunjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 yang berbentuk 
    unit pelaksana teknis dipimpin oleh seorang Kepala yang diangkat 
    oleh dan yang bertanggung jawab kepada Rektor.

                               Pasal 57

(1) Pendidikan tinggi yang diselenggarakan dengan cara jarak jauh dapat 
    dilaksanakan oleh perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan dan 
    setelah mendapat persetujuan Menteri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) 
    diatur oleh Menteri.

                            Bagian Ketiga
                            Sekolah Tinggi
                               
                               Pasal 58

(1) Sekolah tinggi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan 
    pendidikan profesional dan/atau program pen-didikan akademik.
(2) Persyaratan sekolah tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan 
    akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Menteri.

                               Pasal 59

Organisasi sekolah tinggi terdiri atas :
a. unsur pimpinan : Ketua dan Pembantu Ketua;
b. senat sekolah tinggi;
c. unsur pelaksana akademik : jurusan, pusat penelitian dan pengabdian 
   kepada masyarakat, laboratorium/studio dan kelompok dosen;
d. unsur pelaksana administratif : bagian;
e. unsur penunjang : unit pelaksana teknis;
f. unsur lain yang dianggap perlu.

                               Pasal 60

Sekolah tinggi dipimpin oleh seorang Ketua dan dibantu oleh Pembantu 
Ketua yang terdiri atas Pembantu Ketua bidang Akademik, Pembantu Ketua 
bidang Administrasi Umum, dan Pembantu Ketua bidang Kemahasiswaan.

                               Pasal 61

(1) Ketua memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengabdian 
    kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, tenaga 
    administrasi, dan administrasi sekolah tinggi serta hubungan dengan 
    lingkungannya.
(2) Bilamana Ketua berhalangan tidak tetap, Pembantu Ketua bidang 
    Akademik bertindak sebagai Pelaksana Harian Ketua.
(3) Bilamana Ketua berhalangan tetap, penyelenggara perguruan tinggi 
    mengangkat Pejabat Ketua sebelum diangkat Ketua yang baru.

                               Pasal 62

(1) Pembantu Ketua bertanggung jawab langsung kepada Ketua.
(2) Pembantu Ketua bidang Akademik membantu Ketua dalam memimpin 
    pelaksanaan pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian 
    kepada masyarakat.
(3) Pembantu Ketua bidang Administrasi Umum membantu Ketua dalam memim-
    pin pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan, dan administrasi umum.
(4) Pembantu Ketua bidang Kemahasiswaan membantu Ketua dalam memimpin 
    pelaksanaan kegiatan pembinaan mahasiswa, dan pelayanan kesejah-
    teraan mahasiswa.

                               Pasal 63

(1) Ketua sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat 
    dan diberhentikan oleh Menteri, Menteri lain atau pimpinan lembaga 
    Pemerintah lain setelah mendapat pertimbangan senat sekolah tinggi 
    yang bersangkutan.
(2) Ketua sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat 
    dan diberhentikan oleh badan penyelenggara sekolah tinggi setelah 
    mendapat pertimbangan senat sekolah tinggi dan dilaporkan kepada 
    Menteri.
(3) Apabila Ketua yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau 
    proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, Menteri 
    bisa meminta badan penyelenggara sekolah tinggi untuk mengulang 
    proses pengangkatan.
(4) Pembantu ketua sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah 
    diangkat dan diberhentikan oleh Ketua setelah mendapat pertimbangan 
    senat sekolah tinggi.
(5) Pembantu ketua sekolah tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    diangkat dan diberhentikan oleh Ketua setelah mendapatkan pertim-
    bangan senat sekolah tinggi dan badan penyelenggara sekolah tinggi.
(6) Pimpinan dan anggota badan penyelenggara sekolah tinggi yang di-
    selenggarakan oleh masyarakat tidak dibenarkan menjadi pimpinan 
    sekolah tinggi yang bersangkutan.

                               Pasal 64

(1) Masa jabatan Ketua dan Pembantu Ketua adalah 4 (empat) tahun.
(2) Ketua dan Pembantu Ketua dapat diangkat dengan ketentuan tidak 
    boleh lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.

                               Pasal 65

(1) Senat sekolah tinggi merupakan badan normatif dan perwakilan ter-
    tinggi di sekolah tinggi yang bersangkutan.
(2) Senat sekolah tinggi mempunyai tugas pokok sebagai berikut :
    a. merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan sekolah tinggi;
    b. merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan pengembang-
       an kecakapan serta kepribadiaan sivitas akademika;
    c. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan sekolah tinggi;
    d. memberikan pertimbangan dan persetujuan atas Rencana Anggaran 
       Pendapatan dan Belanja sekolah tinggi yang diajukan oleh 
       pimpinan sekolah tinggi;
    e. menilai pertanggungjawaban pimpinan sekolah tinggi atas pelak-
       sanaan kebijakan yang telah ditetapkan;
    f. merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan 
       mimbar akademik, dan otonomi keilmuan pada sekolah tinggi yang 
       bersangkutan;
    g. memberikan pertimbangan kepada penyelenggara perguruan tinggi 
       berkenaan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat men-
       jadi Ketua sekolah tinggi yang bersangkutan dan dosen yang di
       calonkan memangku jabatan akademik di atas lektor; dan
    h. menegakkan norma-norma yang berlaku bagi sivitas akademika.
(3) Senat sekolah tinggi terdiri atas para Guru Besar, Ketua, Pembantu 
    Ketua, Ketua jurusan, wakil dosen, dan unsur lain yang ditetapkan 
    senat.
(4) Senat sekolah tinggi dipimpin oleh Ketua, yang dibantu oleh Sekre-
    taris Senat sekolah tinggi yang dipilih di antara anggota.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, senat sekolah tinggi dapat membentuk 
    komisi-komisi yang beranggotakan anggota senat sekolah tinggi dan 
    bila dianggap perlu ditambah anggota lain.
(6) Tata cara pengambilan keputusan dalam rapat senat sekolah tinggi 
    diatur dalam statuta sekolah tinggi yang bersangkutan.
(7) Jabaran statuta sekolah tinggi ke dalam rincian tugas unit dan 
    uraian jabatan di semua jenjang struktur organisasi sekolah tinggi 
    ditetapkan oleh senat sekolah tinggi.

                               Pasal 66

(1) Jurusan merupakan unsur pelaksana akademik yang melaksanakan pendi-
    dikan profesional dan bila memenuhi syarat dapat melaksanakan pen-
    didikan akademik program sarjana dan/atau program pasca sarjana, 
    dalam sebagian atau satu cabang ilmu pengetahuan, teknologi dan/
    atau kesenian.
(2) Dalam jurusan dapat dibentuk laboratorium dan/atau studio.
(3) Jurusan terdiri atas :
    a. unsur pimpinan : Ketua dan Sekretaris jurusan;
    b. unsur pelaksana : para dosen.
(4) Jurusan dipimpin oleh Ketua Jurusan yang dibantu oleh Sekretaris.
(5) Ketua Jurusan bertanggung jawab kepada Ketua.
(6) Ketua dan Sekretaris jurusan diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) 
    tahun dan dapat diangkat kembali.
(7) Bilamana jurusan mempunyai laboratorium dan/atau studio, satuan 
    pelaksana tersebut dipimpin oleh seorang Kepala.
(8) Ketua dan Sekretaris jurusan serta Ketua laboratorium/studio di-
    angkat dan diberhentikan oleh Ketua setelah mendapat pertimbangan 
    senat sekolah tinggi.

                               Pasal 67

Laboratorium/studio dipimpin oleh seorang dosen yang keahliannya telah 
memenuhi persyaratan sesuai dengan cabang ilmu, teknologi, dan/atau 
kesenian tertentu dan bertanggung jawab kepada Ketua jurusan.

                               Pasal 68

(1) Penyelenggaraan program studi dipimpin oleh Ketua program studi 
    atau Ketua jurusan.
(2) Ketua program studi bertanggung jawab kepada pimpinan satuan 
    pelaksana akademik yang membawahinya.
(3) Ketua program studi diangkat oleh Ketua atas usul pimpinan satuan 
    pelaksana akademik yang membawahinya.
(4) Masa jabatan Ketua program studi adalah 4 (empat) tahun dan Ketua 
    program studi tersebut dapat diangkat kembali.

                               Pasal 69

(1) Pada jurusan yang memenuhi syarat dapat diselenggarakan program 
    studi Pasca Sarjana.
(2) Syarat penyelenggaraan program studi Pasca Sarjana diatur oleh 
    Menteri.

                               Pasal 70

(1) Pada sekolah tinggi yang menyelenggarakan program studi Pasca 
    Sarjana dapat diangkat seorang Direktur Program Pasca Sarjana.
(2) Direktur Program Pasca Sarjana diangkat dan diberhentikan oleh 
    Ketua setelah mendapat pertimbangan senat sekolah tinggi.
(3) Direktur Program Pasca Sarjana bertanggung jawab kepada Ketua.
(4) Direktur Program Pasca Sarjana diangkat untuk masa 4 (empat) tahun 
    dan dapat diangkat kembali dengan ketentuan tidak lebih dari dua 
    kali masa jabatan berturut-turut.
(5) Direktur Program Pasca Sarjana mengkoordinasikan semua program 
    studi Pasca Sarjana dalam menjamin baku mutu pendidikan.
(6) Program studi Pasca Sarjana yang bersifat lintas jurusan dapat di-
    letakkan di bawah tanggung jawab Direktur Program Pasca Sarjana.

                               Pasal 71

(1) Pelaksana administrasi pada sekolah tinggi terdiri atas Bagian 
    Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan serta Bagian Administrasi 
    Umum.
(2) Unsur pelaksana administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    dipimpin oleh seorang Kepala yang diangkat oleh dan bertanggung 
    jawab kepada Ketua.
 
                               Pasal 72

(1) Unsur penunjang pada sekolah tinggi yang dapat berbentuk unit 
    pelaksana teknis terdiri atas : perpustakaan, pusat komputer, 
    laboratorium dan unsur penunjang lain yang diperlukan untuk 
    penyelenggaraan sekolah tinggi.
(2) Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 
    seorang Kepala yang diangkat oleh dan bertang-gung jawab kepada 
    Ketua.

Bagian Keempat
Politeknik

                               Pasal 73

(1) Politeknik menyelenggarakan pendidikan profesional.
(2) Persyaratan penyelenggaraan pendidikan pada politeknik diatur oleh 
    Menteri.

                               Pasal 74

Organisasi politeknik terdiri atas :
1. unsur pimpinan : Direktur dan Pembantu Direktur;
2. senat politeknik;
3. unsur pelaksana akademik : jurusan, laboratorium/studio, kelompok 
   dosen, dan pusat penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
4. unsur pelaksana administratif : bagian;
5. unsur penunjang : unit pelaksana teknis;
6. unsur lain yang dianggap perlu.

                               Pasal 75

Politeknik dipimpin oleh seorang Direktur dan dibantu oleh Pembantu 
Direktur yang terdiri atas Pembantu Direktur bidang Akademik, Pembantu 
Direktur bidang Administrasi Umum, dan Pembantu Direktur bidang Kemaha-
siswaan.

                               Pasal 76

(1) Direktur memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, pengab-
    dian kepada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, 
    tenaga administratif dan administrasi politeknik yang bersangkutan 
    serta hubungannya dengan lingkungan.
(2) Bilamana Direktur berhalangan tidak tetap, Pembantu Direktur bidang 
    Akademik bertindak sebagai Pelaksana Harian Direktur.
(3) Bilamana Direktur berhalangan tetap, penyelenggara politeknik 
    mengangkat Pejabat Direktur sebelum diangkat Direktur yang baru.

                               Pasal 77

(1) Pembantu Direktur bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
(2) Pembantu Direktur bidang Akademik membantu Direktur dalam memimpin 
    pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
(3) Pembantu Direktur bidang Administrasi Umum membantu Direktur dalam 
    memimpin pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan, dan administrasi 
    umum.
(4) Pembantu Direktur bidang Kemahasiswaan membantu Direktur dalam 
    pelaksanaan kegiatan di bidang pembinaan serta pelayanan kesejah-
    teraan mahasiswa.

                               Pasal 78

(1) Direktur politeknik yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat 
    dan diberhentikan oleh Menteri, Menteri lain atau pimpinan lembaga 
    Pemerintah lain setelah mendapat pertimbangan senat politeknik yang 
    bersangkutan.
(2) Direktur politeknik yang diselenggarakan oleh masyarakat diangkat 
    dan diberhentikan oleh badan penyelenggara politeknik yang bersang-
    kutan setelah mendapat pertimbangan senat politeknik dan dilaporkan
    kepada Menteri.
(3) Apabila Direktur yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau 
    proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku Menteri 
    bisa meminta badan penyelenggara politeknik untuk mengulang proses 
    pengangkatan.
(4) Pembantu Direktur politeknik yang diselenggarakan oleh Pemerintah 
    diangkat dan diberhentikan oleh Direktur setelah mendapat pertim-
    bangan senat politeknik.
(5) Pembantu Direktur politeknik yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    diangkat dan diberhentikan oleh Direktur setelah mendapat pertim -
    bangan senat politeknik dan badan penyelenggara.
(6) Pimpinan dan anggota badan penyelenggara politeknik yang diseleng
    garakan oleh masyarakat tidak dibenarkan menjadi pimpinan poli-
    teknik yang bersangkutan.

                               Pasal 79

(1) Masa jabatan Direktur dan Pembantu Direktur adalah 4 (empat) tahun.
(2) Direktur dan Pembantu Direktur dapat diangkat kembali dengan keten-
    tuan tidak lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.

                               Pasal 80

(1) Senat politeknik merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi 
    pada politeknik yang bersangkutan.
(2) Senat politeknik mempunyai tugas pokok :
    a. merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan politeknik ;
    b. merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan 
       serta kepribadian sivitas akademika ;
    c. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan politeknik ;
    d. memberikan pertimbangan dan persetujuan atas Rencana Anggaran 
       Pendapatan dan Belanja politeknik yang diajukan oleh pimpinan 
       politeknik ;
    e. menilai pertanggungjawaban pimpinan politeknik atas pelaksanaan 
       kebijakan yang telah ditetapkan;
    f. merumuskan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan 
       mimbar akademik, dan otonomi keilmuan pada politeknik yang ber-
       sangkutan;
    g. memberikan pertimbangan kepada penyelenggara politeknik berke-
       naan dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi 
       Direktur politeknik yang bersangkutan dan dosen yang akan di -
       calonkan memangku jabatan akademik di atas lektor;
    h. menegakkan norma-norma yang berlaku bagi sivitas akademika.
(3) Senat politeknik terdiri atas Direktur, Pembantu Direktur, Ketua 
    Jurusan, wakil dosen dan unsur lain yang ditetapkan oleh senat 
    politeknik.
(4) Senat politeknik dipimpin oleh Direktur, yang didampingi Sekreta-
    riat Senat politeknik yang dipilih diantara anggota Senat poli -
    teknik.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya senat politeknik dapat membentuk 
    komisi-komisi yang beranggotakan anggota senat politeknik dan 
    apabila dianggap perlu ditambah anggota lain.
(6) Tata cara pengambilan keputusan dalam rapat senat politeknik diatur
    dalam statuta politeknik yang bersangkutan.
(7) Jabaran statuta politeknik ke dalam rincian tugas unit dan uraian 
    jabatan di semua jenjang struktur organisasi politeknik ditetapkan 
    oleh senat politeknik.

                               Pasal 81

(1) Jurusan merupakan unsur pelaksana akademik yang melaksanakan pen -
    didikan profesional dalam sebagian atau satu cabang ilmu penge-
    tahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.
(2) Dalam jurusan dapat dibentuk laboratorium dan/atau studio.
(3) Jurusan terdiri atas :
    a. Unsur pimpinan : Ketua dan Sekretaris jurusan;
    b. Unsur pelaksana akademik : para dosen.
(4) Jurusan dipimpin oleh Ketua yang dibantu oleh Sekretaris.
(5) Ketua jurusan bertanggung jawab kepada Direktur.
(6) Ketua dan Sekretaris jurusan diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) 
    tahun dan dapat diangkat kembali.
(7) Bilamana jurusan mempunyai laboratorium dan/atau studio, satuan 
    pelaksana tersebut dipimpin oleh seorang Kepala.
(8) Ketua dan sekretaris jurusan serta Ketua laboratorium/studio di-
    angkat dan diberhentikan Direktur.

                               Pasal 82

Laboratorium/studio dipimpin oleh seorang dosen yang keahliannya telah 
memenuhi persyaratan sesuai dengan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, 
dan/atau kesenian tertentu dan bertanggung jawab kepada Ketua jurusan.

                               Pasal 83

(1) Penyelenggaraan program studi dipimpin oleh Ketua program studi 
    atau Ketua jurusan.
(2) Ketua program studi bertanggung jawab kepada pimpinan satuan pe-
    laksana akademik yang membawahinya.
(3) Ketua program studi diangkat oleh Direktur atas usul pimpinan 
    satuan pelaksana akademik yang membawahinya.
(4) Masa jabatan Ketua program studi 4 (empat) tahun dan dapat diangkat 
    kembali. 

                               Pasal 84

(1) Unsur pelaksana administrasi pada politeknik terdiri atas Bagian 
    Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan dan Bagian Administrasi 
    Umum.
(2) Unsur pelaksana administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) 
    dipimpin oleh seorang Kepala yang diangkat oleh dan bertanggung 
    jawab kepada Direktur.

                               Pasal 85

(1) Unsur penunjang pada politeknik yang disebut Unit Pelaksana Teknis 
    terdiri atas : perpustakaan, laboratorium/studio, bengkel dan unsur 
    penunjang lain yang diperlukan untuk penyelenggaraan politeknik.
(2) Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 
    seorang Kepala yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada 
    Direktur politeknik yang bersangkutan.

                            Bagian Kelima
                               Akademi

                               Pasal 86

(1) Akademi menyelenggarakan pendidikan profesional.
(2) Persyaratan penyelenggaraan pendidikan pada akademi diatur oleh 
    Menteri.

                               Pasal 87

Organisasi akademi terdiri atas :
1. unsur pimpinan : Direktur dan Pembantu Direktur;
2. senat akademi;
3. unsur pelaksana akademik : jurusan, laboratorium/studio, kelompok 
   dosen, dan pusat penelitian dan pengabdian kepada masyarakat;
4. unsur pelaksana administratif : bagian;
5. unsur penunjang : unit pelaksana teknis;
6. unsur lain yang dianggap perlu.

                               Pasal 88

Akademi dipimpin oleh Direktur dan dibantu oleh pembantu Direktur yang 
terdiri atas Pembantu Direktur bidang Akademik, Pembantu Direktur 
bidang Administrasi Umum dan Pembantu Direktur bidang Kemahasiswaan.

                               Pasal 89

(1) Direktur memimpin penyelenggaraan pendidikan, penelitian, dan 
    pengabdian pada masyarakat, membina tenaga kependidikan, mahasiswa, 
    tenaga administratif dan administrasi akademi bersangkutan serta 
    hubungannya dengan lingkungan.
(2) Bilamana Direktur berhalangan tidak tetap, Pembantu Direktur bidang 
    Akademik bertindak sebagai Pelaksana Harian Direktur.
(3) Bilamana Direktur berhalangan tetap, penyelenggara akademi meng -
    angkat pejabat Direktur sebelum diangkat Direktur yang baru.

                               Pasal 90

(1) Pembantu Direktur bertanggung jawab langsung kepada Direktur.
(2) Pembantu Direktur bidang Akademik membantu Direktur dalam memimpin 
    pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
(3) Pembantu Direktur bidang Administrasi Umum membantu Direktur dalam 
    pelaksanaan kegiatan di bidang keuangan dan administrasi umum.
(4) Pembantu Direktur bidang Kemahasiswaan membantu Direktur dalam 
    melaksanakan kegiatan di bidang pembinaan mahasiswa serta pelayanan 
    kesejahteraan mahasiswa.

                               Pasal 91

(1) Direktur akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diangkat dan 
    diberhentikan oleh Menteri, Menteri lain atau pimpinan lembaga 
    Pemerintah lain setelah mendapat pertimbangan senat akademi yang 
    bersangkutan.
(2) Direktur akademi yang diselenggarakan masyarakat diangkat dan di
    berhentikan oleh badan penyelenggara akademi yang bersangkutan 
    setelah mendapat pertimbangan senat akademi dan dilaporkan kepada 
    Menteri.
(3) Apabila Direktur yang diangkat tidak memenuhi persyaratan dan/atau 
    proses pengangkatan tidak memenuhi ketentuan yang berlaku, Menteri 
    bisa meminta badan penyelenggara akademi untuk mengulang proses 
    pengangkatan.
(4) Pimpinan dan anggota badan penyelenggara akademi yang diselengga-
    rakan oleh masyarakat tidak dibenarkan menjadi pimpinan akademi 
    yang bersangkutan.
(5) Pembantu Direktur akademi yang diselenggarakan oleh Pemerintah di-
    angkat dan diberhentikan oleh Direktur setelah mendapat pertim-
    bangan senat akademi.
(6) Pembantu Direktur akademi yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    diangkat dan diberhentikan oleh Direktur setelah mendapat pertim-
    bangan senat akademi dan badan penyeleng-gara akademi.

                               Pasal 92

(1) Masa jabatan Direktur dan Pembantu Direktur adalah 4 (empat) tahun.
(2) Direktur dan Pembantu Direktur dapat diangkat kembali dengan ke-
    tentuan tidak boleh lebih dari dua kali masa jabatan berturut-turut.

                               Pasal 93

(1) Senat akademi merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi di 
    akademi yang bersangkutan.
(2) Senat akademi mempunyai tugas pokok :
    a. merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan akademi;
    b. merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan 
       serta kepribadian sivitas akademik;
    c. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan akademi;
    d. memberikan pertimbangan dan persetujuan atas Rencana Anggaran 
       Pendapatan dan Belanja akademi yang diajukan oleh pimpinan 
       akademi;
    e. menilai pertanggungjawaban pimpinan akademi atas pelaksanaan 
       kebijakan yang ditetapkan;
    f. merumuskan norma dan peraturan pelaksanaan kebebasan akademik, 
       kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan akademi yang 
       bersangkutan;
    g. memberikan pertimbangan pada penyelenggara akademi berkenaan 
       dengan calon-calon yang diusulkan untuk diangkat menjadi Direk-
       tur akademi dan dosen yang dicalonkan memangku jabatan akademik 
       di atas lektor; dan
    h. menegakkan norma-norma yang berlaku bagi sivitas akademika.
(3) Senat akademi terdiri atas Direktur, Pembantu Direktur, Ketua 
    jurusan, wakil dosen, dan unsur lain yang ditetapkan oleh senat 
    akademi.
(4) Senat akademi dipimpin oleh Direktur, dibantu oleh Sekretaris senat 
    akademi yang dipilih dari para anggota senat akademi.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya senat akademi dapat membentuk komisi -
    komisi yang beranggotakan anggota senat akademi dan apabila di -
    anggap perlu ditambah anggota lain.
(6) Tata cara pengambilan keputusan dalam rapat senat akademi diatur 
    dalam statuta akademi yang bersangkutan.
(7) Jabaran statuta akademi ke dalam rincian tugas unit dan uraian 
    jabatan di semua jenjang struktur organisasi akademi ditetapkan 
    oleh senat akademi.

                               Pasal 94

(1) Jurusan merupakan unsur pelaksana akademik yang melaksanakan 
    pendidikan profesional dalam sebagian atau satu cabang ilmu 
    pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian tertentu.
(2) Dalam jurusan dapat dibentuk laboratorium dan/atau studio.
(3) Jurusan terdiri atas :
    a. unsur pimpinan : Ketua dan Sekretaris jurusan;
    b. unsur pelaksana : para dosen.
(4) Jurusan dipimpin oleh Ketua yang dibantu oleh Sekretaris.
(5) Ketua jurusan bertanggung jawab kepada Direktur.
(6) Ketua dan Sekretaris jurusan diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) 
    tahun dan dapat diangkat kembali.
(7) Bilamana jurusan mempunyai laboratorium dan/atau studio, satuan 
    pelaksana tersebut dipimpin oleh seorang Kepala.
(8) Ketua dan Sekretaris jurusan serta Kepala laboratorium/studio di-
    angkat dan diberhentikan oleh Direktur, setelah mendapat pertim-
    bangan senat akademi.

                               Pasal 95

Laboratorium/studio dipimpin oleh seorang dosen yang keahliannya telah 
memenuhi persyaratan sesuai dengan cabang ilmu pengetahuan, teknologi, 
dan/atau kesenian tertentu dan bertanggung jawab kepada Ketua jurusan.

                               Pasal 96

(1) Penyelenggara program Studi dipimpin oleh Ketua program studi atau 
    Ketua jurusan.
(2) Ketua program studi bertanggung jawab kepada pimpinan satuan 
    pelaksana akademik yang membawahinya.
(3) Ketua program studi diangkat oleh Direktur atas usul pimpinan 
    satuan pelaksana akademik yang membawahinya.
(4) Ketua program studi diangkat untuk masa jabatan 4 (empat) tahun 
    dan dapat diangkat kembali.

                               Pasal 97

(1) Unsur pelaksana administrasi pada akademi terdiri atas Bagian 
    Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan serta Bagian Administrasi 
    Umum.
(2) Unsur pelaksana administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di
    pimpin oleh seorang Kepala yang diangkat oleh dan bertanggung jawab 
    kepada Direktur.

                               Pasal 98

(1) Unsur penunjang pada akademi yang disebut Unit Pelaksana Teknis 
    terdiri atas perpustakaan, laboratorium dan unsur penunjang lain 
    yang diperlukan untuk penyelenggaraan akademi.
(2) Unsur penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh 
    seorang Kepala yang diangkat oleh dan bertanggung jawab kepada 
    Direktur.

                               Pasal 99

Pokok-pokok Organisasi akademi di lingkungan Departemen Pertahanan 
Keamanan diatur tersendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan 
yang berlaku.

                             Bagian Keenam
                 Organisasi masing-masing Perguruan Tinggi

                               Pasal 100

(1) Susunan organisasi, rincian tugas, fungsi, dan tata kerja setiap 
    perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah diatur dalam 
    statuta perguruan tinggi bersangkutan yang ditetapkan oleh Menteri, 
    atau Menteri lain atau pimpinan lembaga Pemerintah lain atas usul 
    senat perguruan tinggi yang bersangkutan.
(2) Susunan organisasi, rincian tugas, fungsi, dan tata kerja perguruan 
    tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat diatur dalam statuta 
    perguruan tinggi bersangkutan yang ditetapkan oleh badan penyeleng-
    gara perguruan tinggi atas usul senat perguruan tinggi yang ber -
    sangkutan dengan berpedoman pada ketentuan dalam BAB VIII.

                               BAB  IX
                         TENAGA KEPENDIDIKAN

                               Pasal 101

(1) Tenaga kependidikan di perguruan tinggi terdiri atas dosen dan 
    tenaga penunjang akademik.
(2) Dosen adalah seorang yang berdasarkan pendidikan dan keahliannya 
    diangkat oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan tugas utama 
    mengajar pada perguruan tinggi yang bersangkutan.
(3) Dosen dapat merupakan dosen biasa, dosen luar biasa, dan dosen tamu.
(4) Dosen biasa adalah dosen yang diangkat dan ditempatkan sebagai 
    tenaga tetap pada perguruan tinggi yang bersangkutan.
(5) Dosen luar biasa adalah dosen yang bukan tenaga tetap pada pergu -
    ruan tinggi yang bersangkutan.

(6) Dosen tamu adalah seorang yang diundang untuk mengajar pada per-
    guruan tinggi selama jangka waktu tertentu.

                               Pasal 102

(1) Jenjang jabatan akademik dosen pada dasarnya terdiri atas asisten 
    ahli, lektor, lektor kepala, dan guru besar.
(2) Wewenang dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian jabatan 
    akademik diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang 
    berlaku.

                               Pasal 103

Seseorang hanya dapat diangkat menjadi guru besar atau profesor di 
lingkungan universitas, institut, atau sekolah tinggi.

                               Pasal 104

(1) Syarat untuk menjadi dosen adalah :
    a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
    b. berwawasan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
    c. memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar;
    d. mempunyai moral dan integritas yang tinggi;
    e. memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan 
       bangsa dan negara.
(2) Syarat untuk menjadi guru besar selain sebagaimana tercantum pada 
    ayat (1) adalah :
    a. sekurang-kurangnya memiliki jabatan akademik lektor;
    b. memiliki kemampuan akademik untuk membimbing calon Doktor.
(3) Untuk dapat diangkat menjadi guru besar, harus diperoleh 
    persetujuan dari senat universitas/institut/sekolah tinggi yang 
    bersangkutan.
(4) Guru besar diangkat oleh  Menteri atas usul pimpinan perguruan 
    tinggi setelah mendapat persetujuan dari senat universitas/
    institut/sekolah tinggi yang bersangkutan.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), 
    ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh Menteri.

                               Pasal 105

Sebutan guru besar atau profesor hanya dapat digunakan selama yang 
bersangkutan melaksanakan tugas dosen di perguruan tinggi.

                               Pasal 106

(1) Guru besar yang telah mengakhiri masa jabatannya dapat diangkat 
    kembali menjadi guru besar di perguruan tinggi sebagai penghargaan 
    istimewa, dengan sebutan guru besar emeritus.
(2) Syarat pengangkatan dan tanggung jawab guru besar emeritus diatur 
    oleh Menteri.

                               Pasal 107

(1) Tenaga penunjang akademik terdiri atas peneliti, pengembang di 
    bidang pendidikan, pustakawan, pranata komputer, laboran, dan 
    teknisi sumber belajar.
(2) Persyaratan, tata cara pengangkatan dan wewenang tenaga penunjang 
    akademik diatur oleh penyelenggara perguruan tinggi dengan ber -
    pedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

                                BAB  X
                        MAHASISWA DAN ALUMNI

                               Pasal 108

(1) Untuk menjadi mahasiswa seseorang harus :
    a. memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Pendidikan Menengah;
    b. memiliki kemampuan yang disyaratkan oleh perguruan tinggi 
       yang bersangkutan.
(2) Warga negara asing dapat menjadi mahasiswa setelah memenuhi 
    persyaratan tambahan dan melalui prosedur tertentu.
(3) Syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan prosedur untuk 
    menjadi mahasiswa diatur oleh senat perguruan tinggi.
(4) Persyaratan tambahan dan prosedur sebagaimana dimaksud pada 
    ayat(2), diatur oleh Menteri.

                               Pasal 109

(1) Mahasiswa mempunyai hak :
    a. menggunakan kebebasan akademik secara bertanggung jawab untuk 
       menuntut dan mengkaji ilmu sesuai dengan norma dan susila yang 
       berlaku dalam lingkungan akademik;
    b. memperoleh pengajaran sebaik-baiknya dan layanan bidang akademik 
       sesuai dengan minat, bakat, kegemaran dan kemampuan; 
    c. memanfaatkan fasilitas perguruan tinggi dalam rangka kelancaran 
       proses belajar;
    d. mendapat bimbingan dari dosen yang bertanggung jawab atas 
       program studi yang diikutinya dalam penyelesaian studinya;
    e. memperoleh layanan informasi yang berkaitan dengan program studi 
       yang diikutinya serta hasil belajarnya;
    f. menyelesaikan studi lebih awal dari jadwal yang ditetapkan 
       sesuai dengan persyaratan yang berlaku;
    g. memperoleh layanan kesejahteraan sesuai dengan peraturan per-
       undang-undangan yang berlaku;
    h. memanfaatkan sumberdaya perguruan tinggi melalui perwakilan/
       organisasi kemahasiswaan untuk mengurus dan mengatur kesejah-
       teraan, minat dan tata kehidupan bermasyarakat;
    i. pindah keperguruan tinggi lain atau program studi lain, bilamana 
       memenuhi persyaratan penerimaan mahasiswa pada perguruan tinggi 
       atau program studi yang hendak dimasuki, dan bila mana daya 
       tampung pergururan tinggi atau program yang bersangkutan 
       memungkinkan;
    j. ikut serta dalam kegiatan organisasi mahasiswa perguruan tinggi 
       yang bersangkutan;
    k. memperoleh pelayanan khusus bilamana menyandang cacat.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur 
    oleh pimpinan masing-masing perguruan tinggi.

                               Pasal 110

(1) Setiap mahasiswa berkewajiban untuk :
    a. mematuhi semua peraturan/ketentuan yang berlaku pada perguruan 
       tinggi yang bersangkutan;
    b. ikut memelihara sarana dan prasarana serta kebersihan, 
       ketertiban dan keamanan perguruan tinggi yang bersangkutan;
    c. ikut menanggung biaya penyelenggaraan pendidikan kecuali bagi 
       mahasiswa yang dibebaskan dari kewajiban tersebut sesuai dengan 
       peraturan yang berlaku;
    d. menghargai ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian;
    e. menjaga kewibawaan dan nama baik perguruan tinggi yang ber -
       sangkutan;
    f. menjunjung tinggi kebudayaan nasional.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur 
    oleh pimpinan perguruan tinggi.

                               Pasal 111

(1) Untuk melaksanakan peningkatan kepemimpinan, penalaran, minat,  
    kegemaran dan kesejahteraan mahasiswa dalam kehidupan kemahasiswaan 
    pada perguruan tinggi dibentuk organisasi kemahasiswaan.
(2) Organisasi kemahasiswaan di perguruan tinggi diseleng-garakan dari, 
    oleh dan untuk mahasiswa.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) diatur 
    oleh Menteri.

                               Pasal 112

(1) Alumni perguruan tinggi adalah seseorang yang tamat pendidikan di 
    perguruan tinggi yang bersangkutan
(2) Alumni perguruan tinggi dapat membentuk organisasi alumni yang 
    bertujuan untuk membina hubungan dengan perguruan tinggi yang ber-
    sangkutan dalam upaya untuk menunjang pencapaian tujuan pendidikan 
    tinggi.

                                BAB  XI
                          SARANA DAN PRASARANA

                               Pasal 113

(1) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan dana yang 
    berasal dari Pemerintah diselenggarakan berdasarkan ketentuan yang 
    berlaku bagi pengelolaan kekayaan milik negara.
(2) Pengelolaan sarana dan prasarana yang diperoleh dengan dana yang 
    berasal masyarakat dan pihak luar negeri yang diluar penggunaan 
    dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara diatur dengan ketentuan
    yang ditetapkan pimpinan perguruan tinggi dengan persetujuan senat 
    perguruan tinggi yang bersangkutan.
(3) Tata cara pendayagunaan sarana dan prasarana untuk memperoleh dana 
    guna menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi perguruan tinggi, di
    atur pimpinan perguruan tinggi yang bersangkutan dengan persetujuan
    senat perguruan tinggi yang bersangkutan.

                                BAB  XII
                               PEMBIAYAAN

                                Pasal 114

(1) Pembiayaan perguruan tinggi dapat diperoleh dari sumber pemerintah, 
    masyarakat dan pihak luar negeri.
(2) Penggunaan dana yang berasal dari Pemerintah baik dalam bentuk 
    anggaran rutin maupun anggaran pembangunan serta subsidi diatur 
    sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dana yang diperoleh dari masyarakat adalah perolehan dana perguruan 
    tinggi yang berasal dari sumber-sumber sebagai berikut :
    a. Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP);
    b. biaya seleksi ujian masuk perguruan tinggi;
    c. hasil kontrak kerja yang sesuai dengan peran dan fungsi 
       perguruan tinggi;
    d. hasil penjualan produk yang diperoleh dari penyelenggaraan 
       pendidikan tinggi;
    e. sumbangan dan hibah dari perorangan, lembaga Pemerintah atau 
       lembaga non-Pemerintah; dan
    f. penerimaan dari masyarakat lainnya.
(4) Penerimaan dan penggunaan dana yang diperoleh dari pihak luar 
    negeri diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ber-
    laku.
(5) Usaha untuk meningkatkan penerimaan dana dari masyarakat didasarkan 
    atas pola prinsip tidak mencari keuntungan.

                                Pasal 115

(1) Otonomi dalam bidang keuangan bagi perguruan tinggi yang diseleng-
    garakan Pemerintah mencakup kewenangan untuk menerima, menyimpan 
    dan menggunakan dana yang berasal secara langsung dari masyarakat.
(2) Perguruan tinggi menyelenggarakan pembukuan terpadu berdasarkan 
    peraturan tata-buku yang berlaku.
(3) Pembukuan keuangan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh 
    Pemerintah diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Pemerintah 
    sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
(4) Kewenangan penerimaan, penyimpanan dan penggunaan dana serta 
    pembukuan keuangan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh 
    masyarakat ditentukan oleh badan penyelenggara perguruan tinggi 
    berdasarkan statuta perguruan tinggi dimaksud.

                                Pasal 116

(1) Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja perguruan tinggi yang 
    diselenggarakan oleh Pemerintah, setelah disetujui oleh senat 
    perguruan tinggi diusulkan oleh Rektor/Ketua/Direktur melalui 
    Menteri, Menteri lain, atau pimpinan lembaga Pemerintah lain kepada 
    Menteri Keuangan untuk disahkan menjadi Anggaran Pendapatan dan 
    Belanja perguruan tinggi.
(2) Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja perguruan tinggi yang dise-
    lenggarakan oleh masyarakat setelah disetujui oleh senat perguruan  
    tinggi diusulkan oleh Rektor/Ketua/Direktur kepada badan penyeleng-
    gara perguruan tinggi yang diseleng-garakan oleh masyarakat yang 
    bersangkutan untuk disahkan menjadi Anggaran Pendapatan dan Belanja 
    perguruan tinggi.

                                Pasal 117

(1) Pimpinan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah 
    menyusun usulan struktur tarip dan tata cara pengelolaan dan peng-
    alokasian dana yang berasal dari masyarakat, setelah disetujui oleh 
    senat perguruan tinggi usulan ini diajukan oleh Rektor/Ketua/Direk-
    tur melalui Menteri, Menteri lain atau pimpinan lembaga Pemerintah 
    lain kepada Menteri Keuangan untuk disahkan.
(2) Pimpinan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    menyusun usulan struktur tarip dan tata cara pengelolaan dan peng-
    alokasian dana yang berasal dari masyarakat, setelah disetujui oleh 
    senat perguruan tinggi usulan ini diajukan Rektor/Ketua/Direktur 
    kepada badan penyelenggara perguruan tinggi yang diselenggarakan 
    oleh masyarakat yang bersangkutan untuk disahkan.

                                BAB  XIII
                      SYARAT DAN TATA CARA PENDIRIAN

                                Pasal 118

(1) Pendirian, perubahan dan penambahan unsur pelaksana akademik 
    perguruan tinggi didasarkan atas usulan yang meliputi :
 a. rencana induk pengembangan;
 b. kurikulum;
 c. tenaga kependidikan;
 d. calon mahasiswa;
 e. sumber pembiayaan;
 f. sarana dan prasarana;
 g. penyelenggara perguruan tinggi.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
    oleh Menteri.

                                Pasal 119

(1) Pendirian perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh masyarakat 
    selain  memenuhi   ketentuan  sebagaimana  diatur dalam Peraturan 
    Pemerintah ini harus pula memenuhi persyaratan bahwa penyelengga-
    ranya berbentuk yayasan atau badan yang bersifat sosial.
(2) Pendirian perguruan tinggi kedinasan selain memenuhi ketentuan 
    sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118, harus pula memenuhi 
    persyaratan :
    a. melaksanakan pendidikan tenaga yang dibutuhkan departemen lain 
       atau lembaga Pemerintah lain yang tidak dapat dipenuhi oleh 
       satuan pendidikan tinggi di lingkungan Departemen Pendidikan dan 
       Kebudayaan baik dalam jumlah maupun kualifikasi;
    b. memiliki ketentuan baku dalam penyelenggaraannya yang meliputi 
       kurikulum dan penerimaan mahasiswa yang dikaitkan dengan penem-
       patan lulusannya pada departemen lain atau lembaga pemerintah 
       lain yang bersangkutan;
    c. mendapat persetujuan dari Menteri.

                                Pasal 120

Persyaratan pendirian perguruan tinggi yang menyelenggarakan 
pendidikan jarak jauh diatur oleh Menteri.

                                Pasal 121

Tata cara pendirian perguruan tinggi diatur oleh Menteri.

                                Pasal 122

(1) Pendirian universitas, institut, dan sekolah tinggi yang diseleng-
    garakan oleh Pemerintah ditetapkan dengan Keputusan Presiden atas 
    usul yang diajukan oleh Menteri.
(2) Pendirian akademi dan politeknik yang diselenggarakan oleh Peme -
    rintah ditetapkan oleh Menteri, Menteri lain atau Pimpinan Lembaga 
    Pemerintah lain setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri 
    yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara dan 
    Menteri Keuangan.

                                Pasal 123

(1) Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah yang telah 
    mampu dan layak untuk dikelola secara mandiri dapat ditetapkan 
    status hukumnya menjadi Badan Hukum yang mandiri.
(2) Ketentuan-ketentuan mengenai Badan Hukum sebagaimana disebut pada 
    ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

                                Pasal 124

Pendirian dan perubahan bentuk perguruan tinggi yang diselenggarakan
oleh masyarakat ditetapkan oleh pimpinan badan penyelenggara perguruan 
tinggi setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri, atau Menteri 
lain setelah mendapat pertimbangan dari Menteri.

                                Pasal 125

Perguruan tinggi dan/atau lembaga lain di luar negeri dapat mendirikan 
perguruan tinggi baru di Indonesia melalui patungan dengan mitra kerja 
Indonesia, dengan mengikuti sistem pendidikan serta syarat dan tata 
cara pendirian yang berlaku bagi pendidikan tinggi Indonesia.

                                Pasal 126

Perguruan tinggi yang tidak memenuhi syarat dan tata cara pendirian 
perguruan tinggi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidak 
dibenarkan memberikan gelar akademik dan/atau sebutan profesional.

                                Pasal 127

Menteri dapat menutup perguruan tinggi yang :
1. tidak memenuhi syarat dan tata cara pendirian perguruan tinggi yang 
   diatur dalam Peraturan Pemerintah ini;
2. memberikan gelar akademik dan/atau sebutan profesional yang tidak 
   sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
3. mengadakan kerjasama dengan perguruan tinggi asing yang tidak 
   memenuhi ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

                                BAB  XIV
                       PENGAWASAN DAN AKREDITASI

                                Pasal 128

(1) Menteri menetapkan Tata cara pengawasan mutu dan efesiensi semua 
    perguruan tinggi.
(2) Mutu sebagaimana dimaksud pada ayat(1) merupakan keterkaitan antara
    tujuan, masukan, proses, dan keluaran, yang merupakan tanggungjawab 
    institusional perguruan tinggi masing-masing.
(3) Penilaian mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh 
    badan akreditasi yang mandiri.
(4) Menteri menetapkan langkah-langkah pembinaan terhadap perguruan
    tinggi berdasarkan hasil pengawasan mutu dan efesiensi.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2),
    ayat (3), dan ayat (4) diatur oleh Menteri.

                                BAB   XV
                   KERJASAMA ANTAR PERGURUAN TINGGI

                                Pasal 129

(1) Dalam pelaksanaan kegiatan akademik, perguruan tinggi dapat men -
    jalin kerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga-lembaga 
    lain baik di dalam maupun di luar negeri.
(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berbentuk :
 a. kontrak manajemen;
 b. program kembaran;
 c. program pemindahan kredit;
 d. tukar menukar dosen dan mahasiswa dalam penyelenggaraan 
         kegiatan akademik;
 e. pemanfaatan bersama sumber daya dalam pelaksanaan kegiatan 
         akademik;
 f. penerbitan bersama karya ilmiah;
 g. penyelenggaraan bersama seminar atau kegiatan ilmiah lain; dan
 h. bentuk-bentuk lain yang dianggap perlu.
(3) Kerjasama dalam bentuk kontrak manajemen, program kembaran, dan 
    program pemindahan kredit dengan perguruan tinggi luar negeri se -
    bagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilaksanakan sepanjang 
    program studi dari perguruan tinggi luar negeri telah terakreditasi 
    di negaranya.
(4) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), khusus 
    berkenaan dengan kerjasama dengan perguruan tinggi dan/atau lembaga 
    lain di luar negeri diatur oleh Menteri.

                                Pasal 130

Dalam rangka pembinaan pendidikan tinggi perguruan tinggi dapat 
memberi bantuan kepada perguruan tinggi lain.


                                BAB  XVI
                           KETENTUAN PERALIHAN
                                Pasal 131

Semua peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan mengenai 
pendidikan tinggi yang telah ada pada saat berlakunya Peraturan 
Pemerintah ini masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan 
belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.


                                BAB  XVII
                           KETENTUAN PENUTUP
                                Pasal 132

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan 
Pemerintah Nomor 30 Tahun 1990 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran 
Negara Tahun 1990 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3414) 
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 
1998 (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara 
Nomor 3765), dinyatakan tidak berlaku.

                                Pasal 133

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar 
setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan 
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik 
Indonesia.

       Ditetapkan di Jakarta
       pada tanggal 24 Juni 1999
       PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
                            
                                                      ttd
       
                                           BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 24 Juni 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA,
 
ttd

MULADI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999  NOMOR 115
 
Salinan sesuai dengan aslinya
SEKRETARIAT KABINET RI
Kepala Biro Peraturan
Perundang - undangan II
    Plt

Edy Sudibyo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar